Sabtu, 12 Desember 2009

Dada itu... paha itu...

Aku memandang dari kejauhan.
Terpana. Tergiur.
Dada itu... paha itu...
Begitu mulus... begitu mengundang selera.
Perutku bergolak. Air liurku menetes. Ingin rasanya menyentuh, mencicipi... Tanpa terasa aku menjilati bibir.
Tapi laki-laki itu ada di sini. Meskipun sekarang tidak kelihatan, aku tahu laki-laki itu ada di sini. Mungkin di ruangan sebelah.
Aku tak mungkin mendekat tanpa sepengetahuannya. Aku tak mungkin menyentuh dan mencicipi apa yang menjadi miliknya. Kecuali...
Aku tertegun. Kecuali aku mengambil risiko. Hei, mengapa tidak? Kau harus mengambil risiko untuk mendapatkan apa yang kauinginkan, bukan?
Maka aku mendekat... perlahan-lahan... sangat hati-hati. Laki-laki itu bisa muncul kapan saja dan memergokiku...
Semakin dekat, semakin berkurang kewaspadaanku. Oh... dada itu... paha itu... yang mana yang harus kucicipi lebih dulu...?
Begitu sampai, aku tidak berpikir lagi. Dada itu begitu besar... lebih pantas untuk memuaskan nafsuku... Aku langsung mencengkeramnya, membenamkan mulutku dalam kehangatannya...
Tiba-tiba saja, tanpa peringatan, sebuah sandal jepit melayang ke arah kepalaku. Otomatis aku mengelak, dan langsung kabur secepat kilat sambil membawa hadiahku.
Teriakan marah laki-laki itu mengiringi lolosnya aku dari bahaya.
"Ayam gorengku!!! Dasar kucing garong!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar